Pusat Kajian Anggaran BKD SETJEN DPR RI

Temukan berbagai publikasi dokumen dari PUSKAJI ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI mengenai Analisis dan Referensi APBN, Jurnal, Infografis dan lainnya.

Ketenagakerjaan Indonesia: Menghadapi Pandemi, Menjelang Bonus Demografi

Tanggal
2020-09-09
Penyusun
-

Indonesia berada diambang bonus demografi, namun di tengah kondisi pandemi ini justru memperparah kondisi ketenagakerjaan yang sudah hadir sejak lama. Sebelum pandemi kualitas tenaga kerja Indonesia dapat dibilang lemah karena dari jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2020 yang mencapai 137,91 juta orang, jumlah penduduk yang bekerja hanya sebanyak 131,03 juta orang. Struktur angkatan kerja tersebut masih didominasi oleh masyarakat berpendidikan rendah (SD ke bawah) yang menyebabkan value​/nilai mereka di mata industri pun lemah. Selain itu, jumlah pengangguran terbuka pada Februari 2020 meskipun menurun dari periode sebelumnya yaitu mencapai 6,88 juta orang, namun dari jumlah pengangguran tersebut, lulusan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) justru menyumbang angka pengangguran terbesar yakni 8,49 persen, disusul lulusan SMA sebesar 6,77 persen, diploma 6,76 persen, universitas/perguruan tinggi sebesar 5,73 persen, SMP sebesar 5,02 persen, dan SD 2,98 persen. Kemudian ketika Covid-19 dinyatakan sebagai pandemi dan ​physical distancing​ menjadi upaya pencegahan penularannya, dunia usaha mengalami guncangan berat yang mengakibatkan sebanyak 2.146.667 pekerja terdampak Covid-19 dengan rincian: 383.645 pekerja di-PHK; 1.132.117 pekerja dirumahkan; dan 630.905 pekerja informal kehilangan pekerjaan/bangkrut. Sementara itu, hingga 22 April 2020 34.179 calon pekerja migran Indonesia gagal berangkat dan 465 peserta pemagangan dipulangkan. Pemerintah dalam menyikapi hal ini, berupaya agar kondisi ekonomi rakyat tidak terpuruk dengan memberikan kebijakan tahun 2020 berupa: 1) stimulus ekonomi bagi pelaku usaha terutama bagi perusahaan yang berkomitmen tidak melakukan PHK bagi karyawannya untuk mencegah meluasnya PHK dan; 2) program yang meringankan 56 juta pekerja sektor formal diantaranya insentif pajak, relaksasi pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan, dan relaksasi pembayaran pinjaman/kredit; 3) jaring pengaman sosial pekerja sektor informal berupa bantuan sosial bagi pekerja informal yang masuk kategori miskin dan rentan miskin; 4) prioritas Kartu Pra Kerja bagi korban PHK; 5) masifikasi program padat karya tunai melalui program-program kementerian seperti Kementerian Desa PDTT, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR), Kementerian BUMN dan kementerian lainnya; dan 6) perlindungan bagi pekerja migran baik yang sudah kembali ke Indonesia maupun yang masih berada di luar negeri melalui program seperti pengiriman paket sembako bagi pekerja migran di Malaysia. Kebijakan tersebut masih menjadi langkah utama di tahun 2021. Demi menyongsong bonus demografi dan pemulihan ekonomi ke depan pemerintah perlu juga melakukan pemetaan di beberapa aspek ketenagakerjaan untuk memberikan gambaran atas kondisi ketenagakerjaan yang baru pasca pandemi Covid-19. Pemetaan tersebut antara lain: pemetaan industri dan tenaga kerja yang terdampak Covid-19; pemetaan jenis pekerjaan yang hilang dan baru muncul akibat dinamika yang terjadi selama pandemi; pemetaan peluang digitalisasi usaha untuk perluasan kesempatan kerja; pemetaan sektor industri prioritas pasca Covid-19. Selain pemetaan untuk perencanaan ketenagakerjaan ke depan, dengan adanya peluang digitalisasi di dalam pelatihan vokasi sehingga mampu menghasilkan tenaga kerja yang berpengetahuan dan terampil dalam waktu singkat dan masif jika dimanfaatkan dengan baik dan benar. Tentunya pelaksanaan pemetaan dan pelatihan vokasi di atas memerlukan kolaborasi antara pemerintah dengan berbagai pihak. Koordinasi antar kementerian lembaga menjadi penting dalam memastikan bahwa tenaga kerja yang hadir saat ini merupakan tenaga kerja yang berkualitas terampil dan kompeten.

Kinerja Badan Layanan Umum (BLU) dan Tantangan BLU Tahun 2021

Tanggal
2020-09-09
Penyusun
-

Badan layanan umum (BLU) sebuah agen yang otonom bagian dari K/L, tidak mencari keuntungan, mendapatkan sumber dana dari Rupiah Murni (RM) APBN dan pendapatan BLU, serta memiliki SDM berupa PNS dan Non PNS, kekayaan negara tidak dipisahkan, dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLU. Perkembangan satker BLU terus bertambah sejak awal pembentukannya pada tahun 2005, hingga triwulan 1 tahun 2020, jumlah satker BLU mencapai 243 yang terdiri atas 105 BLU rumpun kesehatan, 100 BLU rumpun pendidikan, 10 BLU rumpun pengelola dana, 5 BLU pengelola kawasan, dan 23 BLU barang/jasa lainnya. Pertumbuhan pendapatan BLU secara rata-rata tumbuh sebesar 21 persen per tahun, lebih besar dari rata-rata pertumbuhan PNBP nasional sebesar 6 persen per tahunnya. Peningkatan realisasi pendapatan BLU juga disebabkan oleh pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BLU sejak tahun 2005 yang memberikan dampak positif bagi kinerja keuangan dan layanan BLU. Dalam 10 tahun terakhir, rasio kontribusi pendapatan BLU secara rata-rata sebesar 9,7 persen dari pendapatan PNBP nasional. Masih kecilnya kontribusi pendapatan BLU terhadap PNBP nasional disebabkan oleh BLU dapat menggunakan penerimaan mereka sendiri tanpa perlu menyetornya ke kas umum Negara. Oleh karena itu, pengelolaan kas BLU akan lebih transparan dan lebih tidak beresiko apabila sumber dana yang dimiliki dikelola oleh perbendaharaan tanpa memengaruhi otonomi pengoperasian BLU. Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak pada satker BLU baik dari sisi rasio pendapatan PNBP terhadap biaya operasional (POBO) yaitu 78 persen BLU rumpun kesehatan, 46 persen BLU rumpun pendidikan, dan 47 persen BLU rumpun lainnya. Oleh karena itu, guna mengoptimalkan PNBP BLU perlu meningkatkan kinerja baik dari aspek keuangan maupun non keuangan. Berdasarkan analisa kinerja keuangan BLU perlu memerhatikan penggunaan biaya operasional agar lebih efektif, meningkatkan rasio kemandirian dengan cara meningkatkan pendapatan PNBP agar pagu RM semakin berkurang, BLU perlu mengoptimalkan asetnya, meningkatkan efisiensi khususnya pada BLU kesehatan dengan pengelolaan piutang pelayanan agar pembayaran klaim jangan terlambat, meningkatkan efisiensi khususnya BLU pendidikanmenghitung tarif layanan BLU menggunakan biaya langsung dan biaya tidak langsung sehingga mengurangi pagu RM serta meningkatkan efektivitas BLU dengan cara mengukur kegiatan agar sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan. Peningkatan kinerja non keuangan BLU guna meningkatkan PNBP BLU yaitu pada BLU rumpun kesehatan dan pendidikan sudah baik, namun perlu meningkatkan indeks kepuasan masyarakat, BLU program BPI dan program RISPRO perlu meningkatkan hasil monitoring, evaluasi, dan pemantauan tindak lanjut atas layanan beasiswa yang optimal. Begitupula, kinerja non keuangan BLU PIP perlu tata kelola dan penetapan target yang jelas dalam menyalurkan pinjamannya. Pada tahun 2021, upaya peningkatan kinerja PNBP BLU dimasa pemulihan ekonomi pertama melalui pemanfaatan idle fund melalui investasi kas, BLU dapat melakukan pemindahan dana antar BLU dalam rangka penanganan dampak pandemi Covid-19 dengan menggunakan pemindahan dana kas sesuai Kepdirjen Nomor Kep-145/PB/2020 mengenai SOP Pemindahan dana antar BLU. Kedua, modernisasi pemanfaatan IT sistem administrasi untuk meningkatkan PNBP BLU