Sepanjang 32 bulan terakhir sejak Mei 2020, neraca perdagangan Indonesia tercatat konsisten surplus yang turut berkontribusi positif dalam menjaga ketahanan eksternal perekonomian Indonesia. Capaian ini bersumber dari kenaikan ekspor komoditas berbasis sumber daya alam dan harga komoditas global yang tinggi khususnya di sepanjang tahun 2022. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Januari-Desember 2022 secara
keseluruhan tercatat surplus USD54,46 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama tahun 2021 sebesar USD35,42 miliar. Namun tren harga komoditas yang
cenderung menurun serta ancaman resesi pada beberapa negara mitra dagang terbesar, akan menjadi tantangan yang besar bagi kinerja neraca perdagangan tahun 2023 untuk tetap bertahan positif.
Komoditas non migas dari golongan barang (HS 2 digit) yang memberikan kontribusi terbesar terhadap ekspor ialah bahan bakar mineral dengan kontribusi 19,2 persen sepanjang 2022 serta lemak dan minyak hewani/nabati (12,76 persen). Namun, bila dilihat dari pertumbuhan month-to-month (m-t-m), ekspor bahan bakar mineral serta lemak dan minyak/nabati mengalami kontraksi masing-masing 9,44 persen dan 9,47 persen di bulan Desember 2022. Hal ini tidak terlepas dari harga komoditas baik batu bara maupun minyak sawit yang mulai melandai serta permintaan global yang mulai lesu. World Bank (2023) mencatat, harga komoditas batu bara mengalami pertumbuhan yang terkontraksi sebesar 10,3 persen (q-t-q) pada kuartal IV 2022.