Pusat Kajian Anggaran BKD SETJEN DPR RI

Temukan berbagai publikasi dokumen dari PUSKAJI ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI mengenai Analisis dan Referensi APBN, Jurnal, Infografis dan lainnya.

Evaluasi Indikator Sasaran Pembangunan dalam UU APBN

Tanggal
2020-09-09
Penyusun
-

Sejak 2011, proses pembahasan dan penetapan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU APBN) di parlemen mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan tersebut adalah kesepakatan DPR RI bersama pemerintah untuk memasukkan beberapa indikator yang dijadikan ukuran pencapaian sasaran pembangunan yang berkualitas sebagai salah satu norma dalam UU APBN, dimana hal ini tidak pernah diatur dalam UU APBN tahuntahun sebelumnya. Secara kumulatif, ada delapan indikator sasaran pembangunan yang ditetapkan sebagai target yang harus dicapai oleh pemerintah dalam UU APBN 2011-2020. Namun, tidak semua indikator tersebut ditetapkan secara konsisten dalam APBN setiap tahunnya. Dari sisi realisasi, dapat dikatakan bahwa tidak semua target indikator yang ditetapkan dapat terpenuhi setiap tahunya. Meskipun demikian, mayoritas pencapaiannya mengalami tren yang terus membaik dari tahun ke tahun atau dengan kata lain tren kesejahteraan masyarakat terus membaik. Namun, ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian pemerintah, agar perwujudan peningkatan kesejahteraan lebih nyata dirasakan oleh masyarakat Indonesia, bukan peningkatan yang sifatnya relatif semu. Pertama, angka kemiskinan yang menggunakan garis kemiskinan sebesar Rp440.538 per kapita per bulan pada 2019 belum sepenuhnya dapat dijadikan ukuran yang mencerminkan kemiskinan yang sesungguhnya. Kedua, angka kemiskinan di perdesaan masih tinggi dan penurunannya relatif lambat. Ketiga, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan di perdesaan masih relatif tinggi. Keempat, profil kemiskinan provinsi yang berada di wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua masih memprihatinkan. Kelima, struktur ketenagakerjaan nasional masih didominasi oleh pekerja informal. Keenam, masih tingginya persentase pekerja tidak penuh. Terakhir, indeks pembangunan manusia provinsi di wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua masih terpaut cukup jauh dengan angka nasional dan provinsi lain. Penetapan berbagai indikator sasaran pembangunan tersebut dapat dijadikan sebagai ukuran pencapaian kemakmuran rakyat yang diamanahkan konstitusi. Namun, yang perlu menjadi catatan adalah amanah konstitusi tidak hanya sebatas mewujudkan kemakmuran rakyat semata. Tetapi, yang diamanahkan oleh konstitusi adalah kemakmuran rakyat yang diikuti dengan terwujudnya keadilan sosial. Dalam UU APBN, penerapan prinsip keadilan atau pemerataan sebagai ukuran keberhasilan pengelolaan APBN yang sesuai dengan amanah konstitusi telah dilakukan, yakni melalui penetapan koefisien gini. Namun, penetapan koefisien gini tersebut belumlah mencerminkan pemerataan secara wilayah sebagaimana prinsip keadilan yang diamahkan oleh konstitusi. Koefisien gini hanyalah ukuran ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan antar individu. Artinya, koefisien gini belum dapat dijadikan ukuran pemerataan antarwilayah. Oleh karena itu, perlu adanya penambahan indikator yang mampu menggambarkan perbaikan ketimpangan antarwilayah atau daerah dalam UU APBN di masa mendatang. Urgensi adanya indikator yang mampu mengukur ketimpangan wilayah antardaerah juga didasarkan pada persoalan klasik yang masih menjadi isu utama pembangunan nasional. Persoalan klasik tersebut adalah ketimpangan antar wilayah yang belum mengalami perbaikan yang signifikan.

Prospek Perekonomian Indonesia dan Catatan Kritis RAPBN 2021

Tanggal
2020-09-09
Penyusun
-

Ketidakpastian global akibat pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19) dalam waktu singkat telah melumpuhkan perekonomian berbagai negara, tidak terkecuali Indonesia. Akibat pandemi ini, pada triwulan II tahun 2020 perekonomian nasional sangat tertekan sehingga pertumbuhan terkontrakasi sebesar negatif 5,32 persen. Untuk mendongkrak pertumbuhan tersebut, maka pemerintah pada bulan Mei tahun 2020 menetapkan Program Pemulihan Ekonomi dengan anggaran sebesar Rp695,2 triliun. Berdasarkan stimulus tersebut dan faktor eksternal yang membaik, maka pertumbuhan perekonomian domestik tahun 2021 diprediksi pada kisaran 3,46-5,03 persen dengan asumsi inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar USD terjaga pada kisaran masing-masing 2,88 persen dan Rp15.130 per USD. Terkait berbagai fokus kebijakan yang tertuang dalam NK RAPBN 2021, ada beberapa catatan yang perlu menjadi perhatian pemerintah, yakni mengutamakan perbaikan dan pemutakhiran DTKS dan basis data UMKM sebelum tahun anggaran 2021 berjalan, pembangunan di bidang kesehatan dan pendidikan tetap konsisten berdimensi mengurangi ketimpangan antarwilayah, rencana integrasi subsidi energi dengan bansos tidak dilakukan terburuburu, menunda ekstensifikasi barang kena cukai, fokus penguatan pariwisata diarahkan pada peningkatan perjalanan wisatawan nusantara, pentingnya penguatan kelembagaan petani dan nelayan dalam arah kebijakan pembangunan ketahanan pangan, meletakkan petani dan nelayan sebagai subjek kebijakan dengan penguatan prinsip participatory serta penguatan sinergi pusat dan daerah