Sejak diintroduksi tahun 2001, bersamaan dengan pemberlakuan efektif
Undang-
Undang (UU) 22/1999 dan 25/1999, DAK telah mengalami metamorfosis
dalam
nilai alokasi, daerah penerima, dan cakupan bidang kegiatan. Awalnya di
tahun
2003, DAK dialokasikan untuk 5 (lima) bidang saja, kini bidang alokasi
DAK
berkembang menjadi 11 bidang. Sementara itu DAK fisik bidang
pendidikan
bertujuan memberikan bantuan kepada pemerintah daerah untuk
menyediakan
sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka pemenuhan secara
bertahap
standar pelayanan minimal (SPM) pendidikan, dan pelaksanaan wajib
belajar
pendidikan 12 tahun yang berkualitas. Hingga kini, DAK bidang
pendidikan
dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk mendanai
kebutuhan sarana dan/atau prasarana bidang pendidikan yang
merupakan
urusan daerah. Alokasi DAK dalam bidang ini terlihat mengalami
peningkatan
tiap tahunnya. Dalam pelaksanaannya, ditemukan beberapa masalah
dalam
pemanfaatan DAK Pendidikan ini diantaranya: masih ditemukan tumpang
tindih
kewenangan; ketersediaan lahan; permasalahan pada e-planning;
keterlambatan
pencairan DAK. Dari temuan BPK juga diketahui bahwa banyak dana yang
tidak
terserap secara optimal dan meninggalkan kondisi infrastruktur
pendidikan yang
memprihatinkan. hal ini perlu menjadi perhatian tersendiri karena
ketidakterserapnya
dana muncul karena permasalahan atau kendala yang dibahas
sebelumnya.
Selain itu, dari kajian Bappenas diketahui bahwa DAK pendidikan tidak
berpengaruh terhadap IPM dan komponennya, seperti rata-rata lama
sekolah
dan angka melek huruf. Selain itu, DAK pendidikan tidak atau belum
memiliki
pengaruh positif yang signifikan terhadap perbaikan indikator outcome
kinerja
pembangunan daerah. Dalam studi tersebut juga ditemukan bahwa
masalah
dalam implementasi DAK saat ini lebih banyak diakibatkan oleh kurang
baiknya
mekanisme penentuan bidang prioritas dan daerah penerima DAK, bukan
karena
kecilnya jumlah moneter dari alokasi DAK per bidang tersebut. Jika dilihat,
masih
banyaknya ruang kelas yang rusak, perpustakaan dan laboratorium yang
rusak,
hadirnya DAK pendidikan masih perlu peningkatan dalam
pemanfaatannya.
Namun sayangnya, hingga kini indikator yang menyajikan kualitas
peningkatan
pendidikan masih belum ada sehingga sulit untuk mengukur efektivitas
peran
DAK pendidikan secara ilmiah.