Kondisi angkatan kerja yang kurang terampil diharapkan diatasi dengan
hadirnya BLK yang memberikan
pelatihan bagi angkatan kerja Indonesia dengan periode yang relatif
singkat dan materi pelatihan yang
disesuaikan dengan kebutuhan dunia industri. Namun, Lembaga
Demografi UI dengan Kemnaker
melakukan studi untuk mengklasifikasikan kondisi BLK pemerintah
berdasarkan Indeks kredibilitas &
kebekerjaan lulusan pada tahun 2020. Studi tersebut memetakan 266 BLK
pemerintah baik itu UPTP
maupun UPTD. Dari hasil tersebut diketahui bahwa dari 266 BLK terdapat
62 BLK (27,4 persen)
tergolong mapan; 110 BLK (48,7 persen) tergolong potensial
berkembang; 35 BLK (15,5 persen)
tergolong potensial tetapi terkendala; 59 BLK (26,1 persen) tergolong
tidak/kurang potensial. Kondisi BLK
saat ini yang masih belum ideal ini memerlukan sebuah treatment agar
dapat mencapai kondisi ideal,
sehingga BLK dapat menjalankan peran dan fungsinya, terutama untuk
mendukung penyelenggaraan
pelatihan vokasi. Transformasi BLK diarahkan agar BLK menjadi pusat
layanan terintegrasi pelayanan
pasar kerja, pelatihan vokasi, penempatan kerja, dukungan bisnis,
dengan sistem one stop visit under the
one roof. Maksud dari Penyelenggaraan transformasi BLK adalah untuk
reposisi dan refungsionalisasi
BLK secara terstruktur, sistematis dan masif, sehingga BLK dapat
menyelenggarakan fungsinya dengan
baik dan tepat guna mendukung pelaksanaan kebijakan dan strategi
pengembangan pelatihan vokasi
nasional.
Target output transformasi BLK ini diantaranya a) minimal 40 BLK UPTP
tersebar di 34 provinsi yang
mampu menjadi penggerak BLK binaan di bawahnya (BLK UPTD
provinsi/kabupaten/kota) dalam
menjalankan pelatihan kompetensi bagi tenaga kerja secara optimal. BLK
tersebut juga memiliki kios 3in1
yang berfungsi sebagai bursa kerja khusus atau penghubung antara
pencari kerja lulusan BLK dengan
pasar kerja; b) BLK yang ada mampu melahirkan lulusan pelatihan yang
memiliki keahlian tidak hanya
operator saja namun juga teknisi/ahli/KKNI sebanyak 3.600 orang/tahun;
c) BLK tersebut juga mampu
memberikan pelatihan blended/hybrid pada 18.000 orang/tahun dan
pelatihan online 50.000 orang/tahun;
d) dalam BLK tersebut terdapat 4.000 instruktur bersertifikasi e-
metodologi; 4.000 asesor kompetensi
untuk melaksanakan e-assessment; dan 400 pengantar kerja/petugas
antar kerja yang siap
mengakomodir hubungan pencari kerja lulusan BLK dalam mengakses
informasi pasar kerja; e) diantara
seluruh BLK yang tersebar di semua provinsi tersebut terdapat setidaknya
260 BLK UPTP dan UPTD
terakreditasi oleh LA-LPK yang berkapasitas pelatihan menjadi setidaknya
500.000 peserta/tahun dan 25
BLK diantaranya menerapkan konsep ramah difabel, serta setidaknya 120
BLK memiliki sertifikat ISO
9001 : 2015; f) BLK yang ada mengadakan pilot project skills festival &
competition di seluruh provinsi
untuk memamerkan keahlian lulusannya; dan g) dalam menjalankan
pelatihan, BLK nanti mampu
meluluskan 167.888 orang dimana 95 persen-nya bersertifikasi, 65
persennya ditempatkan di industri.
Target ini masih dirasa jauh untuk mengurangi jumlah pengangguran
Indonesia yang saat ini berjumlah
8,75 juta orang (data Februari 2021; BPS, 2021). Proses untuk
memberikan pelatihan kompetensi yang
optimal tidaklah mudah, langkah-langkah transformasi BLK di atas
memang diperlukan namun
dampaknya baru akan terasa setelah setidaknya 5-10 tahun ke depan
untuk menunjukkan dampak
signifikan bagi pengurangan pengangguran. Belum lagi jika dihadapkan
pada era disrupsi teknologi yang
makin menggerus profesi atau keahlian yang kebanyakan diberikan
pelatihannya di BLK. Adanya disrupsi
teknologi tersebut perlu dipandang sebagai paksaan bagi BLK untuk
mengubah cara konvensional dan
menerapkan kemudahan teknologi dalam segala aspek operasinya.