Saat ini, masih terdapat dominasi pengelolaan keuangan negara oleh
eksekutif, yang ditandai dengan segala pengaturan pengelolaan
keuangan negara diatur oleh pemerintah. Hal ini yang menyebabkan
adanya ketergantungan lembaga legislatif dan yudikatif terhadap
eksekutif. Tentu saja ini menyebabkan bargaining position kedua
lembaga tersebut menjadi lemah
ketika berhadapan dengan pemerintah. Karena itu independensi kedua
lembaga menjadi penting untuk
menerapkan kesimbangan peranan dalam ketatanegaraan dan kerangka
menciptakan check and balances. Independensi anggaran menjadi
penting bagi parlemen, dan ini menjadi bagian dari Otonomi Parlemen.
Dalam dua dekade terakhir ini, Otonomi Parlemen sudah menjadi isu
penting bagi
perkembangan studi-studi keparlemenan di dunia. Formalisasi atas
otonomi parlemen (autonomy of parliament) telah
dilakukan oleh Association of Secretaries General of Parliaments
(ASGP) pada tahun 1998 melalui hasil studi yang telah disetujui
di Moskow dan dipublikasikan dalam the Constitutional and
Parliamentary Information. Untuk melihat lebih jauh bagaimana
penerapan Otonomi Parlemen maka perlu melakukan analisis lebih
lanjut. Permasalahan yang akan dikaji lebih mendalam adalah:
Bagaimana konsepsi tentang Otonomi Parlemen? Bagaimana
implementasi Otonomi Anggaran Parlemen? Bagaimana kontrol
atas pelaksanaan Otonomi Anggaran Parlemen?
Dari pembahasan maka Otonomi Parlemen sudah menjadi bagian dari
usaha penguatan parlemen dan menjadi agenda bagi parlemen-
parlemen di dunia internasional. Secara empirik Otonomi Parlemen
memiliki perbedaan-perbedaan. Bagi Indonesia, Otonomi Parlemen
menjadi suatu keniscayaan.
Di DPR RI sendiri Otonomi Parlemen baru menyentuh aspek kekuasaan
parlemen, sedangkan pada aspek anggaran. Saat ini Otonomi Anggaran
bagi DPR RI belum ada. Tatakelola masih dipegang oleh pemerintah,
mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, dan pertanggungjawabannya.
6. Untuk mencapai Otonomi Anggaran di ketiga lembaga
pemegang kekuasaan negara (kehusnya DPR RI) masih
membutuhkan proses dan itu dimulai dengan menyusun
roadmap regulasi yang ada, yaitu: Perubahan terhadap UU
No.27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD;
Perubahan terhadap UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara. Perubahan dalam UU tersebut berkaitan dengan
penjabaran lebih lanjut Otonomi Anggaran DPR RI; untuk
menjamin pelaksanaan pengelolaan Otonomi Anggaran DPR RI
perlu perubahan terhadap UU No.1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara; dan, terakhir untuk menjamin
pertanggungjawaban pengelolaan otonomi anggaran perlu
perubahan terhadap UU No.15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan
Negara. Selain pelaksanaan teknis perencanaan hingga
pertanggungjawaban pengelolaan Anggaran DPR RI, maka hal penting
lain yang harus dipersiapkan adalah sistem atau mekanisme
pengawasan pelaksanaan keuangan negara yang akuntabel dan
transparan. Dalam jangka pendek ini, konsekuensi lain dari Otonomi
Anggaran adalah merubah format tampilan neraca APBN (overall).
Pengaturan yang jelas dan objektif perlu diketengahkan untuk
menghindari politisasi atas Anggaran DPR RI. Dalam kerangka Otonomi
Anggaran maka perlu dibarengi dengan otonomi kepegawaiannya. Hal
ini menjadi penting karena Setjen DPR RI berkedudukan sebagai
pelaksana administrasi dan keuangan DPR RI.