Pusat Kajian Anggaran BKD SETJEN DPR RI

Temukan berbagai publikasi dokumen dari PUSKAJI ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI mengenai Analisis dan Referensi APBN, Jurnal, Infografis dan lainnya.

Alternatif Kebijakan untuk Merealisasikan Aspirasi Pembangunan Daerah Pemilihan dalam Mekanisme Penganggaran

Tanggal
2017-08-07
Penyusun
-

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI ) selaku pihak yang mewakili kepentingan daerah dalam pembangunan berhak dan memiliki tanggung jawab mengajukan dan membuat gagasan sesuai dengan aspirasi di daerah pemilihan guna merealisasikan janji-janjinya. DPR RI berkewajiban menyerap, menghimpun serta menindaklanjuti aspirasi konstituen sebagai wujud pertanggungjawaban moral terhadap daerah pemilihannya. Dalam keterbasan sistem penganggaran dan besarnya tuntutan masyarakat atas peran Anggota DPR RI maka Anggota DPR RI harus mengeluarkan uang pribadi untuk memenuhi tuntutan konstituen sehingga ongkos politik menjadi mahal dan berpotensi menjadi kolusi, korupsi dan nepotisme KKN. Dalam prakteknya keterlibatan anggota parlemen untuk memperjuangkan suatu proyek pembangunan dikenal dengan earmark dan fork barel, seperti yang terjadi di Amerika Serikat. Praktek pork barel juga terjadi di India, Filipina dan Republik Kenya. Untuk itu di Indonesia, perlu diciptakan model pembiayaan pembangunan daerah pemilihan sehingga dikenal dengan UP2DP sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan Undang Alternatif Kebijakan Untuk Merealisasikan Aspirasi Pembangunan Daerah Pemilihan Dalam Mekanisme Penganggaran Undang No.42 Tahun 2014. Dalam perkembangan usaha-usaha untuk merealisasikan UP2DP sudah berjalan, tetapi masih tertahan di pemerintah. Dalam Program Pembangunan Daerah Pemilihan harus ditempatkan pada konteks bahwa pengelolaan anggaran menjadi tugas eksekutif. Namun untuk memberikan keseimbangan peran, maka DPR berkedudukan sebagai pengusul dan pemerintah meriviu usulan. Adapun alokasi anggaran dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan dalam pembahasan sesuai dengan formula yang ditentukan.

Otonomi Parlemen Menuju Kemandirian Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Tanggal
2017-08-07
Penyusun
-

Saat ini, masih terdapat dominasi pengelolaan keuangan negara oleh eksekutif, yang ditandai dengan segala pengaturan pengelolaan keuangan negara diatur oleh pemerintah. Hal ini yang menyebabkan adanya ketergantungan lembaga legislatif dan yudikatif terhadap eksekutif. Tentu saja ini menyebabkan bargaining position kedua lembaga tersebut menjadi lemah ketika berhadapan dengan pemerintah. Karena itu independensi kedua lembaga menjadi penting untuk menerapkan kesimbangan peranan dalam ketatanegaraan dan kerangka menciptakan check and balances. Independensi anggaran menjadi penting bagi parlemen, dan ini menjadi bagian dari Otonomi Parlemen. Dalam dua dekade terakhir ini, Otonomi Parlemen sudah menjadi isu penting bagi perkembangan studi-studi keparlemenan di dunia. Formalisasi atas otonomi parlemen (autonomy of parliament) telah dilakukan oleh Association of Secretaries General of Parliaments (ASGP) pada tahun 1998 melalui hasil studi yang telah disetujui di Moskow dan dipublikasikan dalam the Constitutional and Parliamentary Information. Untuk melihat lebih jauh bagaimana penerapan Otonomi Parlemen maka perlu melakukan analisis lebih lanjut. Permasalahan yang akan dikaji lebih mendalam adalah: Bagaimana konsepsi tentang Otonomi Parlemen? Bagaimana implementasi Otonomi Anggaran Parlemen? Bagaimana kontrol atas pelaksanaan Otonomi Anggaran Parlemen? Dari pembahasan maka Otonomi Parlemen sudah menjadi bagian dari usaha penguatan parlemen dan menjadi agenda bagi parlemen- parlemen di dunia internasional. Secara empirik Otonomi Parlemen memiliki perbedaan-perbedaan. Bagi Indonesia, Otonomi Parlemen menjadi suatu keniscayaan. Di DPR RI sendiri Otonomi Parlemen baru menyentuh aspek kekuasaan parlemen, sedangkan pada aspek anggaran. Saat ini Otonomi Anggaran bagi DPR RI belum ada. Tatakelola masih dipegang oleh pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawabannya. 6. Untuk mencapai Otonomi Anggaran di ketiga lembaga pemegang kekuasaan negara (kehusnya DPR RI) masih membutuhkan proses dan itu dimulai dengan menyusun roadmap regulasi yang ada, yaitu: Perubahan terhadap UU No.27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD; Perubahan terhadap UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Perubahan dalam UU tersebut berkaitan dengan penjabaran lebih lanjut Otonomi Anggaran DPR RI; untuk menjamin pelaksanaan pengelolaan Otonomi Anggaran DPR RI perlu perubahan terhadap UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; dan, terakhir untuk menjamin pertanggungjawaban pengelolaan otonomi anggaran perlu perubahan terhadap UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Selain pelaksanaan teknis perencanaan hingga pertanggungjawaban pengelolaan Anggaran DPR RI, maka hal penting lain yang harus dipersiapkan adalah sistem atau mekanisme pengawasan pelaksanaan keuangan negara yang akuntabel dan transparan. Dalam jangka pendek ini, konsekuensi lain dari Otonomi Anggaran adalah merubah format tampilan neraca APBN (overall). Pengaturan yang jelas dan objektif perlu diketengahkan untuk menghindari politisasi atas Anggaran DPR RI. Dalam kerangka Otonomi Anggaran maka perlu dibarengi dengan otonomi kepegawaiannya. Hal ini menjadi penting karena Setjen DPR RI berkedudukan sebagai pelaksana administrasi dan keuangan DPR RI.