Sampai awal semester II 2016 stablitas makroekonomi Indonesia terus
membaik, antara lain tercermin dari inflasi yang terkendali dan ketidakpastian
pasar keuangan global yang mereda. Bank Sentral memberi sinyal positif
dengan BI Rate yang turun 0,25 persen menjadi 6,75 persen.
Ketidakpastian pasar keuangan global juga semakin mereda. Bank Sentral
Eropa (ECB) dan Bank Sentral Jepang (BoJ) melakukan injeksi likuiditas dan
kebijakan suku bunga negatif. Sementara Bank Sentral Tiongkok (PBOC)
menurunkan rasio giro wajib minimum. Bank Sentral Amerika Serikat (The
Fed) mempertahankan target suku bunga Fed Fund Rate (FFR) sedangkan
bunga FFR diperkirakan meningkat di semester II 2016 dengan besaran
kenaikan yang lebih rendah.
Dalam rilis April lalu, BI memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun
2016 dan 2017 lebih lambat dari prediksi awal, dengan pemulihan ekonomi
yang belum kuat di sejumlah negara maju dan perlambatan ekonomi di
negara berkembang. Hal ini senada dengan predikasi lembaga-lembaga
keuangan dunia seperti World Bank, IMF dan ADB.
Optimisme akan pertumbuhan ekonomi pada 2016 diperkirakan lebih tinggi
dari tahun sebelumnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh: (1) tren konsumsi dan
investasi pemerintah yang terus meningkat, didorong oleh akselerasi belanja
modal Pemerintah, (2) konsumsi rumah tangga masih cukup kuat, (3)
meredanya resiko di pasar keuangan global, dan (4) persepsi positif investor
terhadap prospek perekonomian Indonesia.
Namun, optimisme tersebut masih menghadapi resiko pertumbuhan ekonomi
global yang melambat dan tren penurunan harga komoditas serta minyak
dunia. Resiko lain yang dihadapi adalah adanya ketidakpastian pasar
keuangan serta rebalancing ekonomi Tiongkok yang berdampak pada sektor
perdagangan.
Dengan mencermati beberapa hal diatas, maka Tim Penyusun Asumsi Dasar
Ekonomi Makro dari Pusat Kajian Anggaran Negara BK DPR RI melakukan
analisis terhadap Prediksi Indikator Ekonomi tahun 2016.