Pandemic Covid-19 di tahun 2020, telah mengancam berbagai kinerja
indicator
kesejahteraan rakyat yang pada awal tahun 2020 mencatat kinerja yang
baik. Dalam
periode tahun 2015-2019, Tingkat kemiskinan mencapai 9,22 pada
September 2019,
menurun dari 11,13 persen pada September 2015. Artinya dalam kurun
waktu yang sama
pemerintah telah mengentaskan 3,7 juta orang (atau 1,91 persen) dari
kemiskinan dari
28,5 juta (2015) menjadi 24,8 juta (2019). Angka gini rasio yang
menggambarkan tingkat
ketimpangan dan memiliki hubungan erat dengan tingkat kemiskinan juga
menunjukkan
trend penurunan yang positif. Rasio gini dalam periode 2015-2019
mengalami perbaikan
yaitu dari 0,402 di September 2015 menjadi 0,380 di September 2019
atau menurun
sebesar 0,022 basis poin. Hal yang sama juga terjadi pada Indeks
Pembangunan Manusia
(IPM) yang telah mengalami peningkatan dari 70,18 di tahun 2016
menjadi 71,92 di
tahun 2019. Posisi ini mengantarkan Indonesia masuk sebagai negara
dengan kategori
IPM tinggi. Ketiga komponen penyusun IPM mengalami kenaikan yaitu,
pertama,
pengeluaran per kapita penduduk telah meningkat dari Rp10,42 juta di
tahun 2016
menjadi Rp11,3 juta di tahun 2019. Kedua, umur harapan hidup (UHH)
saat lahir telah
meningkat dari 70,90 tahun di tahun 2016 menjadi 71,34 tahun di tahun
2019. Selain itu,
di periode yang sama, harapan lama sekolah (HLS) telah meningkat dari
12,72 tahun di
tahun 2016 menjadi 12,95 tahun di tahun 2019.1
Perbaikan indikator kesejahteraan rakyat tersebut tidak lepas dari
berbagai
program perlindungan sosial yang telah diluncurkan pemerintah selama
ini. Berkaca
pada krisis ekonomi 1998, pemerintah juga memperluas dan
memperkenalkan berbagai
program perlindungan social untuk mengatasi dampak pandemic covid-
19. Urgensi data
terpadu kesejahteraan rakyat yang terverifikasi dan valid menjadi
kebutuhan utama
dalam menghadapi kondisi darurat ini.
Di tahun 2021, pemerintah akan melaksanakan Reformasi Perlindungan
Sosial
melalui 1) transformasi data menuju registrasi social dan memperluas
cakupan DTKS
kepada 60 penduduk Indonesia; 2) transformasi digitalisasi penyaluran
bantuan; 3)
integrase program bansos yang memiliki karakterisktik yang sama; 4)
mendorong JPS
sebagai komponen automatic stabilizer kebijakan stimulus dalam
menghadapi gejolak
ekonomi; dan 5) mendorong efektifitas program Jaminan Sosial.
Sebagai bagian dari upaya mendorong pemerintah untuk memberikan
perlindungan sosial secara menyeluruh, tulisan ini berupaya memberi
catatan penting
atas berbagai tahapan reformasi perlindungan sosial tersebut, serta
memberikan
rekomendasi dalam mendukung efektifitasnya.