Pada periode kepemimpinan Presiden Jokowi pembangunan infrastruktur
adalah bagian
inti dari agenda ekonomi untuk memangkas biaya logistik tinggi, yang
merupakan biang
dalam menciptakan kemacetan dalam perekonomian. Mengacu pada
kebutuhan dana untuk
pembangunan infrsatruktur di seluruh wilayah Republik Indonesia
berdasarkan RPJMN
2015-2019 yang mencapai Rp Rp4796,2 triliun agaknya tidak relevan jika
semata-mata harus
dipenuhi semua dari alokasi APBN. Dengan kapasitas fiskal yang semakin
sempit tentunya
membutuhkan kontribusi dari BUMN maupun swasta. Peran BUMN dalam
pembangunan
tersebut tidak hanya sebagai operator melainkan juga terlibat penuh
dalam hal pendanaan
dan pelaksanaannya. Dimana kontribusi dari BUMN diharapkan sebesar
Rp1.066 triliun atau
sebesar 22 persen dari total pendanaan infrastruktur. Saat ini sebagian
besar proyek
pembangunan murni digarap oleh para BUMN karya. Tentunya dalam
pelaksanaannya BUMN
menghadapi beberapa tantangan terutama dalam hal pendanaannya.
Salah satu sumber
pembiayaan BUMN ialah PMN, namun dikarenakan belum optimalnya
perencanaan BUMN
sehingga tujuan pemberian PMN untuk memperbaiki struktur permodalan
dan memberikan
dampak multiplier terhadap pertumbuhan belum maksimal. Selain itu,
tingginya tuntutan
pembangunan infrastruktur berdampak pada beban keuangan
perusahaan BUMN karya
semakin meningkat. Terlihat dari utang yang terus meningkat signifikan
dan terjadi arus kas
operasional yang tidak lancar yang berpotensi BUMN gagal bayar utang.
Melihat kendala-kenala pendanaan pembangunan infrasrtuktur di atas,
maka bagi
BUMN Karya dapat memilih beberapa skema pembiayaan yang telah
berkembang dengan
cukup luas. Melalui Kementeran Perencanaan Pembangunan Nasional,
Kementerian
Keuangan dan Kemenko Perekonomian, beberapa skema pembiayaan
infrastruktur
alternatif yang ditawarkan pemerintah diantaranya skema Kerjasama
Pemerintah-Badan
Usaha (KPBU), skema Pembiayaan Infrastruktur Non Anggaran (PINA),
skema sekuritas aset
dan lain sebagainya. Beberapa BUMN karya menggunakan skema yang
beragam untuk
masing-masing proyek infrastruktur yang akan digarap. Pilihan-pilihan
skema tersebut
dengan mempertimbangkan kemudahan dan kemurahan data akses
pendanaan hingga
skema yang paling menjanjikan pengembalian investasi (return on
investment) yang tinggi.
Seperti, PT Waskita Karya sudah menggunakan skema PINA. Selain
Skema SBP melalui PINA,
PT Pembangunan Perumahan juga melirik pasar modal sebagai alternatif
sumber
pembiayaan infrastruktur perumahan. Berbagai alternative pembiayaan ini
diharapkan agar
Pemerintah dapat terus mendorong pihak BUMN untuk memanfaatkan
berbagai skema
pembiayaan yang ada dalam mendukung percepatan pembangunan
infrastruktur serta
Pemerintah harus segera meresmikan pembentukan BUMN Karya untuk
memperkuat
kinerja dan finansial perusahaan.