Pusat Kajian Anggaran BKD SETJEN DPR RI

Temukan berbagai publikasi dokumen dari PUSKAJI ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI mengenai Analisis dan Referensi APBN, Jurnal, Infografis dan lainnya.

Perekonomian Indonesia Tahun 2017 di Tengah Gejolak Perekonomian Global

Tanggal
2017-10-05
Penyusun
-

Kebijakan Presiden Amerika Serikat terpilih Donal Trump menjadi salah satu pemicu ketidakpastian perekonomian global di tahun 2017. Trump dalam kampanyenya akan menerapkan kebijakan fiskal yang agresif yaitu menargetkan pertumbuhan ekonomi 3,5 sampai 4 persen per tahunnya, peningkatan anggaran infrastruktur, dan pemangkasan pajak. Rencana kebijakan ini cukup kontradiktif karena di satu sisi ingin meningkatkan pembangunan infrastuktur yang konsekuensinya akan membutukan dana besar dan di lain sisi memangkas perpajakan yang konseukuensinya akan mengurangi pendapatan negara. Akibatnya Amerika akan melakukan pembiayaan dengan utang dalam atau luar negeri, serta rencana menaikkan suku bunga The FED. Kemudian kebijakan Proteksionisme khsusnya juga berdampak pada pelemahan ekonomi global dan memperpanjang ketidakpastian. Selain itu, isu kenaikan harga minyak mentah dunia yang berdampak pada kenaikan harga komoditas dan transisi ekonomi Tiongkok dari industri manufaktur ke jasa merupakan pemicu juga terhadap gejolak dan ketidakpastian perekonomian global. Kondisi gejolak dan ketidakpastian perekonomian global saat ini berdampak bagi perkembangan perekonomian Indonesia ke depannya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberpa tahun terakhir ini terus mengalami kenaikan dari tahun 2015. Pada tahun 2015 pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan dari tahun 2014. Penurunan tersebut disebabkan harga minyak mentah dunia yang anjlok sehngga berdampak pada penurunn ICP. Akibatnya harga komoditas juga mengalami penurunan yang berdampak juga terhadap turunnya pendapatan negara. Namun setelah tahun 2015 perekonomian Indonesia cenderung membaik. Selain itu, inflasi terus dijaga dan masih dalam sasaran yang telah ditargetkan. Peluang bagi perekonomian Indonesia ke depan yaitu membaiknyanya perekonomian dunia, naiknya harga komoditas, dan suku bunga yang terjaga. Selain peluang, Indonesia juga harus siap mengahadapi risiko di tengah ketidakpastian perekonomian global yaitu risiko kenaikan inflasi, tekanan nilai tukar, risiko terhadap sektor perdagangan dan keuangan akibat kebijakan Trump. Oleh karena itu, Indonesia perlu memperkuat ekonomi domestik dengan stabilitas konsumsi, peningkatan investasi, dan ekspansi belanja pemerintah yang efektif.

Panas Bumi Sebagai Masa Depan Listrik Indonesia, Mungkinkah?

Tanggal
2017-10-04
Penyusun
-

Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Ir. Joko Widodo telah menargetkan pembangunan pembangkit listrik sebesar 35.000 Megawatt dengan target 7.000 Megawatt setiap tahunnya. Target ini merupakan salah satu unsur pendukung untuk tercapainya pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen pada tahun 2019. Saat ini pemenuhan energi listrik masih didominasi oleh energi fosil (batubara, minyak dan gas bumi) sebesar 94 persen dan sisanya EBT (Panas Bumi, Air, Surya, Angin, Bioenergi, dan Laut) sebesar 6 persen. Ketergantungan tersebut perlu segera dialihkan ke EBT, karena sumber daya energi fosil akan habis. Sedangkan EBT bersal dari bumi sendiri yang tidak akan habis ketersediannya. Potensi EBT masih sangat potensial yaitu sebesar 443.200 Megawatt. Namun potensi tersebut baru termanfaatkan sebesar 15,35 persen atau sebesar 8.211,28 Megawatt. Dari beberapa jenis sumber daya EBT, energi Panas Bumi merupakan sumber daya yang stabil ketersediannya. Sedangkan sumber lainnya cenderung tidak stabil ketersediannya. Namun perkembangan Panas Bumi masih lambat. Faktor lambatnya perkembangan Panas Bumi dipicu oleh Levelized Cost of Electricity (LCOE) pengembangan energi masih tinggi dibandingkan dengan regulasi harga beli listrik terbaru. Hal ini membuat proyek pembangunan PLTP belum dapat maksimal untuk tahap komersial. Selain itu, regulasi pendukung pengembangan Panas Bumi masih belum optimal. Regulasi yang dimaksud yaitu izin pembebasan lahan, penetapan harga keekonomian serta sebaran kapasitas terpasang belum merata. Eksplorasi dan upaya pemanfaatan Panas Bumi belakangan semakin meningkat yang ditunjukkan oleh tren positif pada investasi Panas Bumi. Perkembangan investasi Panas Bumi di Indonesia sejak tahun 2011 – 2015 mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Tercatat pada tahun 2011, investasi di sektor Panas B umi mencapai 261 Juta USD dan terus meningkat hingga tahun 2015 mencapai 877 juta USD atau mengalami peningkatan hingga 350 persen. Pengembangan Panas Bumi masih mungkin dipercepat dengan berbagai dukungan antara lain yaitu pertama regulasi yang terintegrasi antara Pemerintah pusat dan daerah serta regulasi antara kementerian yang bisa saling bersinergi dalam mendukung kegiatan eksplorasi khususnya pembebasan lahan, sehingga Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang akan dilelang sudah dalam kondisi “siap digunakan” (antara lain kepastian hukum terkait dengan penggunaan lahan yang jelas dan terukur). Kedua, kepastian pembelian pada saat tender yang antara lain tertuang dalam standar PPA dan diregulasi di dalam peraturan. Selain itu, harga listrik PLTP juga harus memenuhi keekonomian proyek dan ditetapkan oleh Pemerintah (sliding scale Feedin Tariff). Jika harga PLTP sepenuhnya diserahkan kepada PLN (business to business) dengan pengembang, maka kesepakatan harga keekonomian sulit ditemukan, karena secara bisnis PLN akan berusaha membeli dengan biaya pokok pembangkit yang paling murah (PLTU). Ketiga, Panas Bumi merupakan harapan masa depan bagi listrik Indonesia yang masih sangat membutuhkan intensif untuk percepatan realisasinya. Karena itu, Panas Bumi saat ini hendaknya diperlakukan sebagai pendorong roda perekonomian, bukan dijadikan sumber pendapatan terlebih dahulu.